Archive for November 2015
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
By : Praditya Ivan
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemiskinan merupakan
bagian-bagian yang tidak dapat dibebaskan dan dipisahkan dari suatu sistem yang
berinteraksi,interelasi, interdependensi, dan ramifikasi (percabangannya). Pengertian
ilmu itu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan
pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis,
empiris, umum, dan akumulatif.
Sedangkan pengertian pengetahuan menurut pandangan
Aristoteles merupakan hal yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi.
Sehingga ilmu dan pengetahuan dapat diartikan sebagai pengalaman indera dan
batin. Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai
perjuangan yang akan memperoleh kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental
dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
1) Ilmu
Pengetahuan
Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena
bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya pandangan
Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan
dapat merangsang budi. Menurut Decartes ilmu pengetahuan merupakan serba budi;
oleh Bacon dan David Home diartikan sebagai pengalaman indera dan batin;
menurut Immanuel Kant pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan
pengalaman; dan teori Phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalam
pengetahuan.
Banyaknya teori dan pendapat tentang pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan
suatu definisi ilmu pengetahuan akan mengalami kesulitan. Sebab, membuat suatu
definisi dari definisi ilmu pengetahuan yang dikalangan ilmuwan sendiri sudah
ada keseragaman pendapat, hanya akan terperangkap dalam tautologies
(pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan pleonasme atau mubazir saja.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap yang
bersifat ilmiah. Sikap yang bersifat ilmiah itu meliputi empat hal :
a. Tidak ada
perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang
objektif.
b. Selektif,
artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung
oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
c.
Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap
alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
d. Merasa
pasti bahwa setiap pendapat, teori, maupun aksioma terdahulu telah mencapai
kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
2) Teknologi
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah
dikatakan, bahwa ilmu pengetahuan ( body of knowledge ), dan teknologi sebagai
suatu seni ( state of art ) yang mengandung pengertian berhubungan dengan
proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal,
tenaga kerja dan keterampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi.
Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal
dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup
teknis.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja ( 1980 ) memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang
direncanakan dengan perhitungan rasional.
b. Artifisialitas,
artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
c.
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba
otomatis.
d. Teknis
berkembang pada suatu kebudayaan.
e. Monisme,
artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
f.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi,
bahkan dapat menguasai kebudayaan.
g. Otonomi,
artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Luasnya bidang teknik, digambarkan oleh Ellul sebagai berikut :
1. Teknik
meliputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang
industri.
2. Teknik
meliputi bidang organisasi seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum
dan militer.
3. Teknik
meliputi bidang manusiawi, seperti pendidikan, kerja, olahraga, hiburan dan
obat-obatan.
Teknik-teknik manusiawi yang dirasakan pada masyarakat teknologi, terlihat dari
kondisi kehidupan manusia itu sendiri.
Dampak teknik itu sendiri bagi manusia sudah dirasakan dan fenomenanya nampak.
Seperti, anggapan para ahli teknik bahwa manusia hanyalah mitos abstrak,
manusia mesin ( manusia mengadaptasikan diri kepada mesin ), penerapan teknik
memecah belah manusia ( tidak ada kesempatan mengembangkan kepribadiannya ),
timbul kemenangan pada alam tak sadar, simbol-simbol tradisional diganti dengan
teknik, terbentuknya manusia-massa ( gaya hidup dibentuk oleh iklan ) dan
nampak teknik sudah mendominasi kehidupan manusia secara menyeluruh.
Saat ini sudah dikonstantasi, bahwa negara-negara teknologi maju telah memasuki
tahap superindustrialisme, melalui inovasi teknologis tiga tahap :
a) Ide
kreatif
b) Penerapan
praktisnya
c) Difusi
atau penyebarluasan dalam masyarakat.
3) Ilmu
Pengetahuan Teknologi dan Nilai
Penerapan ilmu pengetahuan khusunya teknologi sering kurang memperhatikan
masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya.
Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut
perdebatan sengit dalam menduduk perkarkan nilai dalam kaitannya dengan ilmu
dan teknologi. Sehingga kecenderungan sekarang ada dua pemikiran yaitu : yang
menyatakan ilmu bebas nilai dan yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma
etika ( Jujun S. Suriasumantri, 1984 ).
Apa yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil
penalaran ( rasio ) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh
dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya.
Istilah ilmu di atas, berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh
melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemologi. Jadi, epistemologi merupakan
pembahasan bagaimana mendapatka pengetahuan. Metode ilmiah adalah kegiatan
menyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan
deduksi dan verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; Sehingga
kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau
deduksi-hipotesis-verifikasi. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau
pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis,
banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh
pengetahuan yang disusunnya yaitu : ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Epistemologis seperti diuraikan di muka, hanyalah merupakan cara bagaimana
materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan. Ontologis
dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas
ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya. Komponen Aksiologis
adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Komponen ontologis kegiatannya adalah menafsirkan hikayat realitas yang ada,
sebagaimana adanya ( das sein ), melalui desuksi-desuksi yang dapat diuju
secara fisik.
Komponen epistemologis berkaitan dengan nilai atau moral pada saat proses
logis-hipotesis-verifikasi.
Komponen aksiologis artinya lebih lengket dengan nilai atau moral, di mana ilmu
harus digunakan dan dimanfaatkan demi kemaslahatan manusia.
Pembicaraan selanjutnya adalah kaitan teknologi dan nilai. Namun sebelumnya,
perlu menelusuri kaitan ilmu dan teknologi sebelum memahami kaitan teknologi
dan nilai. Seperti kita maklumi, selain ilmu dasar ada juga ilmu terapan.
Tujuan ilmu terapan ini adalah untuk membantu manusia dalam memecahkan
masalah-masalah praktis, sekaligus memenuhi kebutuhannya.
Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai atau moral, berasal dari ekses penerapan
ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua
golongan :
1) Golongan
yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersiat netral terhadap nilai-nilai
baik secara ontologism maupun secara aksiologis, soal penggunaannya terserah
kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau tujuan
buruk.
2) Golongan
yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam
batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya
harus berlandaskan pada asas-asas moral atau nilai-nilai, golongan ini
berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu
dan teknologi disalahgunakan.
Rangkaian pengembangan ilmu dan teknologi yang dimulai dengan : penelitian
dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, mau
tidak mau harus dilanjutkan dengan evaluasi ethis-politis-religius.
4)
Kemiskinan
Kemiskinan
lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapat untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang pokok, dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian,
tempat berteduh, dll.
Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
1. Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
2. Posisi
manusia dalam lingkungan sekitar
3. Kebutuhan
objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan di pengaruhi oleh
tingkat pendidikan, adat-istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalam hal
ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap posisi manusia dalam
lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan
bagaimana posisi pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan
objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi
pangan apakah bernilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai
dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan
lingkungan yang dialaminya.
Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tidak
memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan, dsb;
b. Tidak memiliki
kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti
untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha;
c. Tingkat
pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus
membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
d.
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas ( self employed ), berusaha
apa saja;
e. Banyak
yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
Kemiskinan menurut orang lapangan ( umum ) dapat dikategorikan kedalam tiga
unsure :
1.
Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang.
2.
Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
3.
Kemiskinan buatan.
Kalau kita menganut teori fungsionalis dari statifikasi ( tokohnya Davis ),
maka kemiskinanpun memiliki sejumlah fungsi yaitu :
1) Fungsi
ekonomi : Penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu, menimbulkan dana sosial,
membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas ( masyarakat pemulung
).
2) Fungsi
sosial : Menimbulkan altruism ( kebaikan spontan ) dan perasaan, sumber
imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain
dan merangsang munculnya badan amal.
3) Fungsi
kultural : Sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi
sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama manusia.
4) Fungsi
politik : berfungsi sebagai kelompok gelisah atau masyarakat marginal untuk
musuh bersaing bagi kelompok lain.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen
penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu: ontologis, aksiologis, dan
epistemologis. Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh
pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek
penelaahannya. Aksiologis ialah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi
dari ilmu pengetahuan. Epistemologis merupakan cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan. Ketiga komponen
tersebut erat kaitannya dengan nilai atau moral.
BAB 7 MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
By : Praditya Ivan
A.
Pengertian Masyarakat
Mengenai
arti masyarakat, baiklah di sini kita kemukakan beberapa definisi mengenai
masyarakat dari pada sarjana, seperti misalnya :
1) R. Linton : Seorang ahli antropologi
mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya
berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2) M.J. Herskovits : Mengatakan bahwa masyarakat
adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup
tertentu.
3) J.L. Gillin dan J.P. Gillin : Mengatakan bahwa
masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama.
4) S.R. Steinmetz : Seorang sosiolog bahasa Belanda
mengatakan, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang
meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai
perhubung yang erat ada teratur.
5) Hasan Shadily : Mendefinisikan masyarakat adalah
golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian
secara golongan dan mempunyai pengeruh kebatinan satusama lain
Mengingat definisi-definisi
masyarakat tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa masyarakat
harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a) Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak,
bukan pengumpulan binatang;
b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di
suatu daerah tertentu;
c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang
mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat
dibagi dalam :
1) Masyarakat paksaan, misalnya : Negara, masyarakat
tawanan dan lain-lain.
2) Masyarakat merdeka, yang terbagi dalam :
a) Masyarakat natuur,
yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan (horde),
suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan. Dan biasanaya
masih sederhana sekali kebudayaannya.
b) Masyarakat kultur,
yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan,
misalnya : koperasi, kongsi perekonomian, gereja dan sebagainya.
B.
Masyarakat Perkotaan
Masyarakat
perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih
ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta cirri-ciri kehidupannya yang
berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat
kota, yaitu :
1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan
dengan kehidupan keagamaan di desa.
2) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya
sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain. Yang terpenting di sini
adalah manusia perorangan atau individu.
3) Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga
lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapat pekerjaan
juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
5) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut
masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih
didasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
6) Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota,
mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu
yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang
individu.
7) Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di
kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh
dari luar.
C.
Perbedaan Desa dan Kota
Ada
beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara
desa dan kota.
Ciri-ciri tersebut antara lain :
1) Jumlah dan kepadatan penduduk
2) Lingkungan hidup
3) Mata pencaharian
4) Corak kehidupan sosial
5) Stratifikasi sosial
6) Mobilitas sosial
7) Pola interaksi sosial
8) Solidaritas sosial
9) Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi
nasional.
Meskipun
tidak ada ukuran pasti, kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak
dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk,
yaitu jumlah penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya
saja jumlah per KM” (kilometer persegi) atau jumlah per hektar.
Lingkungan
hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan pedesaan
terasa lebih dekat dengan alam bebas. Sangat berlainan dengan lingkungan
perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal.
Udara
yang seringkali terasa pengap, karena tercemar asap buangan cerobong pabrik dan
kendaraan bermotor.
Perbedaan
paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama penduduk desa
berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Sedangkan kota merupakan
pusat kegiatan sector ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, di
samping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa.
Corak
kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota
sangat heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama,
kelompok dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.
Beranekaragamnya
corak kegiatan di bidang ekonomi berakibat bahwa sistem pelapisan sosial
(stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks dari pada di desa.
Mobilitas
sosial di kota jauh lebih besar dari pada di desa.
Pola-pola
interaksi sosial pada suatu masyarakat ditentukan oleh struktur sosial
masyarakat yang bersangkutan. Karena struktur sosial (social institutions) yang
ada pada masyarakat tersebut. Karena struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial
yang ada di pedesaan sangat berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi
sosial pada kedua masyarakat tersebut juga tidak sama.
Jumlah
angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan tetap di pedesaan jauh lebih
besar dari pada di perkotaan.
Solidaritas
sosial pada kedua masyarakat ini pun ternyata juga berbeda. Kekuatan yang
mempersatukan masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan
kemasyarakatan, seperti kesamaan adat kebiasaan, kesanaab tujuan dan kesamaan
pengalaman. Sebaliknya solidaritas pada masyarakat perkotaan justru terbentuk
karena adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, sehingga orang terpaksa
masuk ke dalam kelompok-kelompok tertentu.
2.
HUBUNGAN DESA DAN KOTA
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan
yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan.
Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan
pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber
tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota.
Sebaliknya,
kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti
bahan-bahan pakaian, alat, dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah,
obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga
menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yang dibutuhkan oleh
orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri.
3.
ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan
perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
a) Wisma : Unsur ini merupakan bagian ruang kota
yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta
untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.
b) Karya : Unsur ini merupakan syarat yang utama
bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan
bermasyarakat.
c) Marga : Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang
berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat
lainnya di dalam kota (hubungan internal), serta hubungan antara kota itu
dengan kota-kota atau daerah lainnya (hubungan eksternal).
d) Suka : Unsur ini merupakan bagian dari ruang
perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas-fasilitas hiburan,
rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.
e) Penyempurnaan : Unsur ini merupakan bagian yang
penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat
unsur di atas, termasuk fasilitas keagamaan, perkuburan kota, fasilitas pendidikan
dan kesehatan, jaringan fasilitas umum.
Rumusan
pengembangan kota seperti itu tergambar dalam pendekatan penanganan masalah
kota sebagai berikut :
1) Menekan angka kelahiran
2) Mengalihkan pusat pembangunan pabrik ke pinggiran
kota
3) Membendung urbanisasi
4) Mendirikan kota satelit di mana pembukaan usaha
relatif rendah
5) Meningkatkan fungsi dan peranan kota-kota kecil
atau desa-desa yang telah ada di sekitar kota besar
6) Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak
mempunyai pekerjaan.
Kota
secara internal pada hakikatnya merupakan satu organisme, yakni kesatuan
integral dari tiga komponen, meliputi “Penduduk, kegiatan usaha dan wadah”
ruang fisiknya.
Di
pihak lain, kota mempunyai juga peran/fungsi esternal, yakni seberapa jauh
fungsi dan peran kota tersebut dalam kerangka wilayah dan daerah-daerah yang
dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional.
4.
MASYARAKAT PEDESAAN
A.
Pengertian Desa/Pedesaan
Yang
dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan sebagai
berikut : Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu
masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut
Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi,
politik dan cultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan
pengaruhnya secara timbale-balik dengan daerah lain.
Sedangkan
menurut Paul H. Landis : Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan cirri-cirinya sebagai berikut :
a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal
mengenal antara ribuan jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan
terhadap kebiasaan.
c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang
paling umum yang sangat dipengaruhi alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan.
Adapun
yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a) Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya
mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya
b) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar
kekeluargaan.
c) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup
dari pertanian.
d) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal
mata pencarian, agama, adat-istiadat dan sebagainya.
B.
Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Seperti
dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat Indonesia lebih dari
80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat
pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh
orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat
yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk
melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan
pikir.
Tetapi
sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam
gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat
pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.
Dalam
hal ini kita jumpai gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan :
a) Konflik (Pertengkaran)
b) Kontraversi (pertentangan)
c) Kompetisi (Persiapan)
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
C.
Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia
Para
ahli disinyalir bahwa di kalangan petani pedesaan ada suatu cara berfikir dan
mentalitas yang hidup dan bersifat religio-magis.
Sistem
nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut :
a) Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada
dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh
dosa, kesengsaraan.
b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk
hidup, dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukannya.
c) Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang),
kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu.
d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada
bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib
diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang
kembali.
e) Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan
hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya
tergantung kepada sesamanya.
D.
Unsur-Unsur Desa
Daerah,
dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya,
termasuk juga unsure lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis
setempat.
Penduduk,
adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata
pencaharian penduduk desa setempat.
Tata
kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.
Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa (rural society).
Ketiga
unsure desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri,
melainkan merupakan satu kesatuan.
Unsur
lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak suatu desa pada umumnya
selalu jauh dari kota atau dari pusat-pusat keramaian.
Unsur
letak menentukan besar-kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah
lainnya. Desa yang terletak jauh dari batasan kota mempunyai tanah-tanah
pertanian yang luas.
E.
Fungsi Desa
Pertama,
dalam hubungannya dengan kota, maka desa yang merupakan “hinterland” atau
daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok
seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang,
kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.
Kedua,
desa ditinjau dari sudut potensial ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah
(raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga,
dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa
manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
5.
URBANISASI DAN URBANISME
Sehubungan
dengan perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan,
kiranya perlu pula disinggung perihal urbanisasi. Urbanisasi adalah suatu
proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa
urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Proses
urbanisasi dapat terjadi dengan lambat maupun cepat, hal mana tergantung dari
pada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Proses tersebut terjadi dengan
menyangkut dua aspek, yaitu :
a) Perubahannya masyarakat desa menjadi masyarakat
kota.
b) Bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh
mengalirnya penduduk yang berasal dari desa-desa (pada umumnya disebabkan
karena penduduk desa merasa tertarik oleh keadaan di kota).
6.
PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat
pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan-perbedaan
ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan lingkungan, yang
mengakibatkan adanya dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan.
Untuk
menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat
ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan,
ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi
sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian
sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau
sistem nilainya.
1)
Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat
pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di
daerah desa.
Penduduk
yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan
hukum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Tentu akan
berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota, yang kehidupannya “bebas” dari
realitas alam.
2)
Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Pada
umumnya atau kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani. Tetapi
mata pencaharian berdagang (bidang ekonomi) pekerjaan sekunder dari pekerjaan
yang nonpertanian.
Di masyarakat kota mata pencaharian cenderung
menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan,
mungkin menjadi manajer suatu perusahaan, ketua atau pimpinan dalam suatu
birokrasi.
3)
Ukuran Komunitas
Komunitas
pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan. Dalam mata pencaharian
di bidang pertanian, imbangan tanah dengan manusia cukup tinggi bila
dibandingkan dengan industri, dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk
yang rendah per kilometer perseginya.
4)
Kepadatan Penduduk
Penduduk
desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk
kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan
klasifikasi dari kota itu sendiri.
5)
Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas
atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan,
adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
6)
Diferensiasi Sosial
Keadaan
heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di
dalam diferensiasi sosial.
Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi, dan
relative berdiri sendiri dengan derajat yang rendah dari pada diferensiasi
sosial.
7)
Pelapisan Sosial
Klas
sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti “piramida
sosial”, yaitu klas-klas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, klas
menengah ada di antara kedua tingkat klas eksterm dari masyarakat.
8)
Mobilitas Sosial
Mobilitas
sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke
kelompok sosial lainnya, mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan
lainnya, mobilitas teritorial dari daerah desa ke kota, dari kota ke desa, atau
di daerah desa dan kota sendiri.
Terjadinya
peristiwa mobilitas sosial demikian disebabkan oleh penduduk kota yang
heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya
organisasi-organisasi, dan tingginya diferensiasi sosial.
9)
Interaksi Sosial
Tipe
interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek
kualitasnya maupun kuantitasnya.
10)
Pengawasan Sosial
Tekanan
sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat
pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen.
Di kota pengawasan sosial lebih bersifat formal,
pribadi, kurang “terkena” aturan yang ditegakkan dan peraturan lebih menyangkut
masalah pelanggaran.
11)
Pola Kepemimpinan
Menentukan
kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas
pribadi dari individu dibandingkan dengan kota. Keadaan ini disebabkan oleh
lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui
dari pada di daerah kota.
12)
Standar Kehidupan
Berbagai
alat yang menyenangkan di rumah, keperluan masyarakat, pendidikan, rekreasi,
fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila
disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di
kota, dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada
kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, sedangkan di desa terkadang
tidak demikian.
13)
Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan
sosial (social solidarity) atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan
dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang
berbeda.
14)
Nilai dan Sistem Nilai
Nilai
dan sistem nilai di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam
kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku.
Dalam hal ini
masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di
desa.