Popular Post

Archive for Januari 2016

PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

By : Praditya Ivan
 Main Map


1.  PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
          Sikap yang negatif  terhadap sesuatu, disebut prasangka. Walapun dapat kita garis bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian positif. tulisan ini lebih banyak membicarakan prasangka dalam pengertian negatif. tidak sedikit orang yang berprasangka, namun banyak juga orang orang yang lebih sukar untuk berprasangka.
         Namun demikian belum jelas benar ciri ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah berprasangka. mengapa? Karena orang macam ini bersifat dan bersikap kritis.sesorang yang mempunyai prasangka rasial , biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya.  Cina sebgai kelompok minoritas, sering menjadi sasaran rasial, walaupun secara yuridis telah menjadi warga negara indonesia.
        Sikap berprasangka jelas tidak adil sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar. lebih lebih lagi bila sikap berprasangka itu muncul dari jalan fikiran sepintas.

1.1. SEBAB-SEBAB TIMBULNYA PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

a.       Berlatar belakang sejarah
Orang-orang kulit putih Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar
 belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang-orang 
Negro berstatus sebagai budak.
b.      Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap 
kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi Pemutusan Hubungan Kerja 
(PHK) oleh pimpinan Perusahaan terhadap karyawannya. 
c.       Bersumber dari faktor kepribadian
Keadaan frustasi dari beberapa orang atau kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup
 untuk menimbulkan tingkah laku agresif.
d.      Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
            Bisa ditambah lagi dengan perbedaan pandangan politik, ekonomi dan ideologi. Prasangka yang
            berakar dari hal-hal tersebut di atas dapat dikatakan sebagai suatu prasangka yang bersifat universal.

1.2. DAYA UPAYA UNTUK MENGURANGI/MENGHILANGKAN PRASANGKA DAN 
       DISKRIMINASI


a.       Perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga Negara Indonesia yang masih tergolong di bawah garis kemiskinan akan mengurangi adanya kesenjangan-kesenjangan sosial antar si kaya dan si miskin.
b.      Perluasan kesempatan belajar
Adanya usaha-usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warganegara Indonesia, paling tidak dapat mengurangi prasangka bahwa program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas.
c.      Sikap terbuka dan sikap lapang
            Harus selalu kita sadari bahwa berbagai tantangan yang datang dari luar ataupun yang datang dari
            dalam negeri.

        2. ETNOSENTRISME

              Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan, yang sekaligus menjadi kebangaan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupansehari hari bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan. Suku Bangsa tersebut menganggap kebudayaan mereka sekaligus sebagai salah satu yang prima, riil, logis sesuai dengan kodrat alam dan sebaginya. hal hal tersebut dikenal sebagai ETNOSENTRISME, Yaqitu kecenderungan yang menggangap nilai dan norma norma kebudayaannya sendiri sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
                 Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar.dengan demikian etnosentrisme mrupakan kecenderungan tak sadar untuk mengiterpresikanatau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannyasendiri.Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku agak canggung, tidak luwes.akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik.

AGAMA DAN MASYARAKAT

By : Praditya Ivan
Mind Map

AGAMA DAN MASYARAKAT
 
        Kaitan agama  dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan, tentang Tuhan
dan kesadaraan akan maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
          Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal hal yang normatif atau menunjuk kepada hal hal hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.

1. FUNGSI AGAMA
     Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang harus selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia.
Toeri fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, niali-nilai, norma-norma, peraturan dan sistem sosial yang terdiri dari 
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain, setiap 
saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling. 

        Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana masalah fungsional dalam konteks teori fungsional 
kepribadian dan sejauh mana agama mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya.
 Kepribadian dalam hal ini merupakan suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks, kecenderungan bertindak,
 dan memberikan tanggapan serta nilai dan sebagainya yang sistematis.

        Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi.

          Jadi, Seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dan ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.

          Fungsi agama dalam pengukuhan nilai nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi sanksi sakral.

           Fungsi agama dibidang sosial adalah fungsi penentu. dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota masyarakat maupun dalam kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka

          Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktifitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangannya
         
            Masalah Fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. dimensi komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, Praktek, pengalaman,pengetahuan dan konsekuensi.
A. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius menganut pandangan
     teologis tertentu.
B.Praktek Agama mencakup perbuatan perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk 
    melaksanakan komitmen agama secara nyata.
C. Dimensi Pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu
D. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang - orang yang bersikap religius akan
     memiliki informasi ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi keagamaan
     mereka
E. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan
     citra pribadinya.

2. PELEMBAGAAN AGAMA

     Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak 
memahami agama, akan sukar memahami masyarakat.

      Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan 
sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954).
  
A. Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-Nilai yang Sakral 

           Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang 
     sama.Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah   
     sama.

B.  Masyarakat-Masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
  
          Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi dari pada tipe 
      pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi pada
      saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan.

      Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman 
      pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis, dan tentu kurang baik.

            Bila sifat rasional penuh dalam membahas agama yang ada pada manusia, maka berarti bersifat  
nonagama. Karena itu pendekatan dalam memandang agama hanya sebagai suatu gejala (fenomena) 
atau kejadian. Ilmuwan yang menganut pandangan ini, juga akhirnya kecewa mengetahui adanya 
manusia dengan sifat nonrasional mutlak atau terus-menerus nonrasional.
        Bermula dari para ahli agama yang mempunyai pengalaman agama dan adanya fungsi deferesiasi internal dan stratifikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan agama, maka tampillah organisasi keagamaan yang terlembaga dan fungsinya adalah mengolah masalah keagamaan.
C. Masyarakat-Masyarakat Industri Sekular
 
        Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek 
kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah
 penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan sendiri.
        Pada umumnya kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-
kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil 
dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.

        Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan, apakah masyarakat sekular akan mampu secara 
efektif mempertahankan ketertiban umum tanpa kekerasaninstitusional apabilah pengaruh agama 
telah semakin berkurang.

- Copyright © This My Life - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -